Blog orockkappas
apapun yang kamu tulis abadikan dan simpan. hidup untuk hidup pemberian sang maha hidup
Rabu, 08 Agustus 2012
MASIH
Masih kunikmati malam
Meski tanpa bintang bulan juga kau
Setidaknya masih kulihat
Hamparan awan begitu tenang
Di atas sana
Masih kunikmati malam
Meski hanya duduk di ujung jembatan
Pinggiran jalan raya kota
Tanpa jaket tebal pun
Kawan berbincang
Masih kunikmati malam
Meski belaian angin tak pernah
Memberikan kehangatan
Udara menjadi keruh kendaraan acuh
Hati yang rapuh
Aku merasa dilecehkan
Suara cicak
Diledek knalpot
Dicerca petasan
Dikepung kegalauan
Hampir saja menghilang
kata yang sedang aku rangkai
menjadi kalimat pada bait penghabisan
“Aku masih bertafakur kala
sahur serta gelisah karena kau”
Bungawari,2012
Merah
Kekasih !
Mari kita bersilat lidah dengan puisi
Agar bibir manismu merekah dan berarah
Jangan beri aku kalimat berupa janji
Sebab diri ini di ilhami intuisi
Oh kekasih !
Jika,
keinginanku membuatmu marah
Maka
keluarkanlah amarah yang puitis, supaya
bibir manis juga merekah itu
Menjadi semakin merah
2012
Mari kita bersilat lidah dengan puisi
Agar bibir manismu merekah dan berarah
Jangan beri aku kalimat berupa janji
Sebab diri ini di ilhami intuisi
Oh kekasih !
Jika,
keinginanku membuatmu marah
Maka
keluarkanlah amarah yang puitis, supaya
bibir manis juga merekah itu
Menjadi semakin merah
2012
Juli
“ku sebut kau bulan”
Dingin ini
memeluk kita tanpa izin dan memaksa
Merayu bulan dengan puisi
yang dibacakan angin kala senja pamit pulang
Berharap malam tak lagi kesepian
Namun
sayang
bulan
teringat akan kejadian masa silam
Saat langit memenjarakan_nya oleh gelap awan
Oh, bulan !
Jika angin lelah membaca puisi
maka dengarlah :
“ malam yang kesepian berpuisi menunggu kau datang”
2012
Dingin ini
memeluk kita tanpa izin dan memaksa
Merayu bulan dengan puisi
yang dibacakan angin kala senja pamit pulang
Berharap malam tak lagi kesepian
Namun
sayang
bulan
teringat akan kejadian masa silam
Saat langit memenjarakan_nya oleh gelap awan
Oh, bulan !
Jika angin lelah membaca puisi
maka dengarlah :
“ malam yang kesepian berpuisi menunggu kau datang”
2012
Perjalanan Puisi
Duapuluh enam bibit yang tersedia sebelumnya
Di mulai dari bibit A _ Z
Kau ambil satu-persatu bibit itu
Dan kau tanam menjadi
“Kata”
Begitu sabar kau tata kata demi kata
Hingga tumbuh
“Kata-kata”
Setelah itu kau pun lebih semangat
Menyiram membersihkan dan memberi pupuk
Coba lihat !
Kata-kata itu semakin tumbuh dan berkembang
Ya ! kini Nampak jelas seperti
“Kalimat”
Kembali kau menghiasinya agar nempak lebih indah
Dan menarik
Kau susun lagi kalimat yang berserakan
Pada akhirnya bebentuk taman “Bait”
kini taman bait itu bernama:
“Puisi”
2012
Di mulai dari bibit A _ Z
Kau ambil satu-persatu bibit itu
Dan kau tanam menjadi
“Kata”
Begitu sabar kau tata kata demi kata
Hingga tumbuh
“Kata-kata”
Setelah itu kau pun lebih semangat
Menyiram membersihkan dan memberi pupuk
Coba lihat !
Kata-kata itu semakin tumbuh dan berkembang
Ya ! kini Nampak jelas seperti
“Kalimat”
Kembali kau menghiasinya agar nempak lebih indah
Dan menarik
Kau susun lagi kalimat yang berserakan
Pada akhirnya bebentuk taman “Bait”
kini taman bait itu bernama:
“Puisi”
2012
Selasa, 12 Juni 2012
Penantian Puisi
Puisiku lahir di kota lain, Bu!
Tumbuh tanpa asi samping
Ayun ambing serta shalawat
Pengantar menjelang tidur putera mu
Puisiku merangkak
meski tak ada tali pengikat
yang selalu kau pegang sambil membuntutiku
Aku sering merasakan sakitnya jatuh
Terseret
Terjepit
Terhimpit
Pun cubitan di tengah berdesakannya
tubuh puisi yang lain
Tapi aku tidak menangis
melihat banyak warna bekas luka pada tubuhku
Tak apa, Bu!
Luka itu abadi, namun menjadi motivasi
Agar kelak aku terbiasa dengan semua itu
Jangan menangis bu!
Biarkan Puisiku tumbuh dewasa
sampai tua renta. Supaya cucu-cucu dari putramu
melahirkan puisi-puisi yang baru
2012
Tumbuh tanpa asi samping
Ayun ambing serta shalawat
Pengantar menjelang tidur putera mu
Puisiku merangkak
meski tak ada tali pengikat
yang selalu kau pegang sambil membuntutiku
Aku sering merasakan sakitnya jatuh
Terseret
Terjepit
Terhimpit
Pun cubitan di tengah berdesakannya
tubuh puisi yang lain
Tapi aku tidak menangis
melihat banyak warna bekas luka pada tubuhku
Tak apa, Bu!
Luka itu abadi, namun menjadi motivasi
Agar kelak aku terbiasa dengan semua itu
Jangan menangis bu!
Biarkan Puisiku tumbuh dewasa
sampai tua renta. Supaya cucu-cucu dari putramu
melahirkan puisi-puisi yang baru
2012
Rabu, 30 Mei 2012
Kamana Salira Incah
Mangsa kuring mopokan liang-liang sono
Nu sok remen rembes dina bendungan cocoba keur salira
Aya nu ngawuran runtah
bendu dina gogombangan cinta urang
Waktos salira mapai-mapai kamalir kacangcaya
Tiap lengkah tangtos salira ngajeroan kamalirna
horéng beuki loba tapak legok nu matak ngagalécokkeun
manah salira
Geulis !
Tong hanjat kana galengan kamalir
Sabab bakal kabita kana kamalir nu liana
Geulis !
Sabenerna kuring ngingintil kamana salira incah
2012
Nu sok remen rembes dina bendungan cocoba keur salira
Aya nu ngawuran runtah
bendu dina gogombangan cinta urang
Waktos salira mapai-mapai kamalir kacangcaya
Tiap lengkah tangtos salira ngajeroan kamalirna
horéng beuki loba tapak legok nu matak ngagalécokkeun
manah salira
Geulis !
Tong hanjat kana galengan kamalir
Sabab bakal kabita kana kamalir nu liana
Geulis !
Sabenerna kuring ngingintil kamana salira incah
2012
Selasa, 29 Mei 2012
Pesan-pesan
Terimakasih
A.S. Hidayat
Katamu !
"Bhineka tinggal luka
Pancasila sakti mandraguna mati di guna-guna”
Akupun berkata : bahwa !
“Negara mu Negara ku Negara mereka
Bukan Negara-negaraan”
Kang
Di waktu seterusnya mungkin kita
Hanya beristighfar
Kang
Bukankah pada waktu-Nya
Tulang-tulang kita yang akan berserakan?
Kang
Alam semesta kita akan segera di hancurkan, kang
Timbangan kiri atau kanankah yang di beratkan ?
Kang
Kang
Kang
Mari kita Isyaf !
2012
Langganan:
Postingan (Atom)